Jumat, 19 Oktober 2012

Mobilitas



Kadek Suwartana
NIM. C1112043
.STIKES BINA USADA BALI.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1          Latar Belakang
   Mobilitas dan intoleran aktivitas sering sekali terjadi pada lansia ataupun pada klien setelah operasi. Sebagian besar yang mengalami mobilitas dengan bermacam-macam penyebab.
    Studi-studi tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan untuk mengungkapkan bahwa hambatan mobilitas fisik adalah diagnosis pertama atau kedua yang paling sering muncul. Prevalensi dari masalah ini meluas di luar institusi sampai melibatkan seluruh lansia.
    Awitan mobilitas atau intoleran aktivitas pada sebagian besar orang tidak terjadi secara tiba-tiba. Awitannya bertahap dari mobilitas penuh sampai ketergantungan fisik total atau ketidak aktifan, tetapi berkembang secara perlahan dan tanpa disadari.
    Seorang perawat harus memberikan intervensi yang tepat agar dapat menghambat terjadinya ketergantungan fisik total. Intervensi yang diarahkan pada pencegahan kearah konsekuensi-konsekuensi mobilitas dan ketidak aktifan dapat menurunkan kecepatan penurunannya. Untuk mengetahui lebih lanjut data yang diutarakan di atas, maka kami sebagai penulis membahas materi tentang “Mobilitas” mulai dari pengertian sampai upaya mencegah masalah akibat kekurangan mobilitas.






1.2                   Rumusan Masalah
   Dalam hal ini kami mengambil beberapa masalah yang akan dibahas, diantaranya :
1.2.1        Apakah yang dimaksud dengan mobilitas?
1.2.2        Apa saja manfaat, tujuan dan faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas?
1.2.3        Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mobilitas dan apa saja gerakan-gerakan mobilitas?
1.2.4        Bagaimanakah upaya mencegah terjadinya masalah akibat kurangnya mobilitas?

1.3         Maksud dan Tujuan
   Adapun maksud dan tujuan kami membahas materi ini yaitu untuk mengetahui lebih lanjut tentang mobilitas mulai dari pengertian, manfaat, tujuan, faktor-faktor yang mempengaruhi, hal yang perlu diperhatikan dan gerakan-gerakan maupun upaya mencegah terjadinya masalah akibat kurangnya mobilitas. Selain itu makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Ilmu Keperawatan Dasar1.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian, Manfaat, Tujuan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas mula-mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilitas sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Roper, 1996). Mobilitas dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan (Soelaiman,1993). Menurut Carpenito (2000), mobilitas dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilitas dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
Mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara, 1991). Mobilitas adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas (Kosier, 1989). Jadi dapat disimpulkan bahwa mobilitas adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, teratur untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat menuju kemandirian. Mobilitas dibedakan menjadi :
1.         Mobilitas aktif
Yaitu latihan pada tulang dan sendi yang dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan perawat atau keluarga.
2.         Mobilitas pasif
Adalah latihan yang diberikan pada klien yang mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang dan sendi dimana klien tidak dapat melakukannya sendiri, sehingga klien memerlukan bantuan perawat atau keluarga. Mobilitas pasif ini sebaiknya dilakukan sejak hari pertama klien tidak diperkenankan meninggalkan tempat tidur atau klien yang jarang bergerak sehingga terjadi kekakuan pada otot, maka dalam hal ini dilakukan mobilitas pasif.
Mobilitas secara tahap demi tahap sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilitas akan memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilitas, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilitas. Adapun manfaat dari mobilitas, antara lain :
1.         Menjamin kelancaran peredaran darah
2.         Mengembalikan kerja organ-organ  yang  pada akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan luka
3.         Memelihara fleksibilitas dari tulang dan sendi
4.         Menjaga agar tidak terjadi kerapuhan tulang
5.         Meningkatkan kekuatan otot
Tujuan dari mobilitas, antara lain :
1.         Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2.         Mencegah terjadinya trauma
3.         Mempertahankan tingkat kesehatan
4.         Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari-hari
5.         Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.
Selain tujuan yang telah disebutkan di atas, terdapat juga beberapa tujuan dari mobilitas menurut Susan J. Garrison (2004), antara lain :
1.         Mempertahankan fungsi tubuh
2.         Memperlancar peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka
3.         Membantu pernafasan menjadi lebih baik
4.         Mempertahankan tonus otot
5.         Memperlancar eliminasi Alvi dan Urin
6.         Mengembalikan aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak harian.
Faktor–faktor yang mempengaruhi mobilitas, meliputi :
1.         Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilitas dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
2.         Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilitas secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena mederita penyakit tertentu misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3.         Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berbeda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4.         Tingkat energi
Setiap orang mobilitas jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
5.         Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

2.2       Tipe Persendian, Toleransi Aktifitas dan Masalah Fisik
Dalam sistem muskuloskeletal dikenal dua macam persendian yaitu sendi yang dapat digerakan (diartroses) dan sendi yang tidak dapat digerakan (siartrosis).
Penilaian tolerasi aktifitas sangat penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler seperti Angina pektoris, Infark, Miocard atau pada klien dengan mobilitas yang lama akibat kelumpuhan. Hal tersebut biasanya dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilitas, saat mobilitas dan setelah mobilitas. Tanda-tanda yang dapat di kaji pada toleransi aktifitas antara lain (Gordon, 1976) :
1.         Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur
2.         Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol / hipotensi orthostatic
3.         Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal
4.         Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan
5.         Kecepatan dan posisi tubuh, disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan ketidakstabilan posisi tubuh
6.         Status emosi labil
Masalah fisik yang dapat terjadi akibat mobilitas dapat dikaji / di amati pada berbagai sistem antara lain :
1.         Masalah muskuloskeletal
Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur, penurunan mineral, tulang dan kerusakan kulit.
2.         Masalah urinary
Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan inkontinentia urine.
3.         Masalah gastrointestinal
Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi.
4.         Masalah respirai
Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidakseimbangan asam basa (CO2 O2).
5.         Masalah kardiofaskuler
Terjadinya hipotensi orthostatic, pembentukan trombus.

2.3       Hal-Hal yang Diperhatikan dalam Mobilitas dan Gerakan-Gerakan Mobilitas
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mobilitas, sebagai berikut :
1.         Perhatikan keadaan umum penderita, apakah merasa kelelahan, pusing atau kecapaian
2.         Pastikan cincin dan perhiasan dilepas untuk menghindari terjadinya pembengkakan dan luka
3.         Pastikan pakaian dalam keadaan longgar
4.         Jangan lakukan pada penderita patah tulang
5.         Jangan lakukan latihan fisik segera setelah penderita makan
6.         Gunakan gerakan badan yang benar untuk menghindari ketegangan atau luka pada penderita
7.         Gunakan kekuatan dengan pegangan yang nyaman ketika melakukan latihan
8.         Gerakan bagian tubuh dengan lancar, pelan dan berirama
9.         Hindari gerakan yang terlalu sulit
10.     Jika kejang pada saat latihan, hentikan
11.     Jika terjadi kekakuan tekan pada daerah yang kaku, teruskan latihan dengan perlahan
Adapun gerakan-gerakan mobilitas, meliputi :
1.         Pergerakan bahu
a.         Pegang pergerakan tangan dan siku penderita, lalu angkat selebar bahu, putar ke luar dan ke dalam
b.         Angkat tangan gerakan ke atas kepala dengan di bengkokan, lalu kembali ke posisi awal
c.         Gerakan tangan dengan mendekatkan lengan ke arah badan, hingga menjangkau tangan yang lain
2.         Pergerakan siku
a.         Buat sudut 90o pada siku lalu gerakan lengan ke atas dan ke bawah dengan membuat gerakan setengah lingkaran
b.         Gerakan lengan dengan menekuk siku sampai ke dekat dagu
3.         Pergerakan tangan
a.         Pegang tangan pasien seperti bersalaman, lalu putar pergelangan tangan
b.         Gerakan tangan sambil menekuk tangan ke bawah
c.         Gerakan tangan sambil menekuk tangan ke atas
4.         Pergerakan jari tangan
a.         Putar jari tangan satu persatu
b.         Pada ibu jari lakukan pergerakan menjauh dan mendekat dari jari telunjuk, lalu dekatkan pada jari-jari yang lain.
5.         Pergerakan kaki
a.         Pegang pergelangan kaki dan bawah lutut kaki lalu angkat sampai 30o lalu putar
b.         Gerakan lutut dengan menekuknya sampai 90o
c.         Angkat kaki lalu dekatkan kekaki yang satu kemudian gerakan menjauh
d.        Putar kaki ke dalam dan ke luar
e.         Lakukan penekanan pada telapak kaki ke luar dan ke dalam
f.          Jari kaki di tekuk-tekuk lalu di putar
6.        Pergerakan leher
a.         Pegang pipi pasien lalu gerakan ke kiri dan ke kanan
b.         Gerakan leher menekuk ke depan dan ke belakang

2.4       Upaya-Upaya Mencegah Terjadinya Masalah Kurangnya Mobilitas
Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilitas, antara lain:
1.         Perbaikan status gisi
2.         Memperbaiki kemampuan mobilitas
3.         Melaksanakan latihan pasif dan aktif
4.         Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady aligmen (struktur tubuh)
5.         Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilitas untuk menghindari terjadinya dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh.
Macam-macam posisi klien di tempat tidur, meliputi :
1.         Posisi fowler (setengah duduk)
2.         Posisi litotomi
3.         Posisi dorsal recumbent
4.         Posisi supinasi (terlentang)
5.         Posisi pronasi (tengkurap)
6.         Posisi lateral (miring)
7.         Posisi sim
8.         Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
Mobilitas juga biasa diterapkan setelah operasi, dimana mobilitas setelah operasi adalah proses aktivitas yang dilakukan setelah operasi dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur sampai dengan  bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2002). Cara mobilitas setelah operasi, meliputi :
1.         Menahan rasa nyeri
2.         Menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau diluruskan
3.         Menggerakkan badan lainnya yaitu miring ke kiri atau ke kanan
4.         Menggerakan badan dengan duduk, baik bersandar maupun tidak
5.         Duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakan.
6.         Berjalan dengan perlahan
Apabila mobilitas setelah operasi tidak dilakukan maka berdampak pula pada diri pasien, adapun dampak tidak mobilitas itu, meliputi :
1.         Penyembuhan luka menjadi lama
2.         Menambah rasa sakit
3.         Badan menjadi pegal dan kaku
4.         Kulit menjadi lecet dan luka
5.         Memperlama perawatan dirumah sakit

2.5       Angka Kejadian Kasus pada Mobilitas dan Imobilitas
Pada dasawarsa terakhir ini, dunia internasional nampaknya benar-benar terguncang. Jika setiap tahun hampir sekitar setengah juta warga dunia harus menemui ajalnya karena persalinan. Dan nampaknya hal ini menarik perhatian yang cukup besar sehingga dilakukannya berbagai usaha untuk menanggulangi masalah kematian ibu ini. Usaha tersebut terlihat dari beberapa program yang dilaksanakan oleh organisasi internasional misalnya program menciptakan kehamilan yang lebih aman (making pregnancy safer program) yang dilaksanakan oleh World Health Organization (WHO), atau program gerakan sayang ibu (safe motherhood program) yang dilaksanakan oleh Indonesia sebagai salah satu rekomendasi dari konferensi internasional di Mesir, Kairo tahun 1994. Selain usaha-usaha tersebut, ada pula beberapa konferensi internasional yang juga bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) seperti International Conference on Population and Development, di Kairo, 1994 dan The World Conference on Women, di Beijing, 1995 (www.rahima.or.id , 2003).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berjumlah 307/100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan negara-negara Asean, AKI Indonesia menempati posisi mengkhawatirkan. Yang menyebabkan AKI tinggi ada dua faktor penyebab yaitu medis dan akses ke pelayanan kesehatan. Untuk mendukung Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan WHO, Pemerintah melaksanakan strategi utama adalah memberi pertolongan persalinan yang diberikan tenaga kesehatan, kedua mengupayakan komplikasi ibu saat mengandung dan melahirkan dapat ditangani, ketiga mengupayakan pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan. Mengenai target menurunkan AKI menjadi 125/100.000, agaknya sulit mencapai target tersebut (www.depkes.go.id  , 2004).
Salah satu jenis pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Sectio Caesaria(SC), dimana SC adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding rahim, namun pada kenyataannya masih sering terjadi komplikasi pada ibu post partum seperti; infeksi puerperal, perdarahan, luka pada kandung kencing, embolisme paru-paru, ruptur uteri dan juga dapat terjadi pada bayi seperti kematian perinatal (Mansjoer, et.all, 1999).
Menurut Jones (2005) dalam tahun 30 tahun belakangan, peristiwa operasi caesar meningkat dengan pesat.  Kebanyak beralasan. Tetapi beberapa juga tidak mempunyai alasan yang tepat, hanya karena pasien menginginkan operasi tersebut, atau dokter menginginkan cara yang mudah.  Di Australia dan Inggeris, operasi caesar sekitar 10 sampai 15%.  Di Amerika Serikat, sekitar 16% sampai 20%.  Alasan tingginya jumlah kejadian operasi caesar di Amerika Serikat adalah, kebanyakan ahli kebidanan.  Dari hasil laporan Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta tercatat bahwa pada tahun 2005 jumlah persalinan dengan operasi caesar meningkat menjadi 24% dengan jumlah 1.757 persalinan dari jumlah semula sebesar 1.389 (22,6%) (healthsolutionlpg_2006).
Sedangkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Lampung tahun 2006 ditemukan jumlah persalinan dengan caesar sebanyak 612 persalinan, dimana terdapat 14 orang ibu (2,28%) yang mengalami infeksi saat persalinan dengan caesar. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti pada minggu ke-tiga dan ke-empat bulan Juni 2006 di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Propinsi Lampung didapatkan data jumlah pasien tahun 2005 dengan jumlah persalinan sebanyak 1093, dimana jumlah persalinan normal sebanyak 156 persalinan (14,27%), komplikasi 515 kasus (47,12%), perdarahan sebelum 63 kasus (5,76%), perdarahan sesudah 41 kasus (3,75%), pre eklampsia 53 kasus (4,85%), eklampsia 26 kasus (2,38%), infeksi 37 kasus (3,39%), lain-lain seperti partus tidak maju berjumlah 307 (28,09%) dan SC sebanyak 412 kasus (38,25%).
Kemudian dari data yang didapatkan di Ruang ZZZ pada periode triwulan I tahun 2006 didapatkan data persalinan sebanyak 152 kasus, dimana jumlah persalinan normal sebanyak 20 kasus (13,16%) dan persalinan SC sebanyak 69 kasus (45,39%).  Kemudian diketahui bahwa dari jumlah 69 kasus tersebut, 11 diantaranya (15,94%) melakukan mobilitas dini dengan alasan untuk mempercepat penyembuhan luka yang dideritanya.
Fenomena lain yang tampak pada saat peneliti melakukan pengamatan terhadap 69 orang ibu post partum di Ruang Kebidanan pada tahun 2007 adalah masih banyak ditemui ibu-ibu yang tidak mengetahui tentang pentingnya melakukan mobilitas dini setelah melakukan persalinan dengan sectio casesaria atau persalinan dengan komplikasi yaitu berjumlah 32 orang (46,37%), selain itu masih tingginya kepercayaan ibu-ibu hamil terhadap mitos-mitos yang ada di masyarakat seperti; tidak boleh banyak bergerak karena melawan pantangan dan makanan yang dikonsumsi tidak boleh berasal dari ikan-ikan laut sebanyak 49 orang (71,02%).
Imobilitas merupakan masalah besar pada usia lanjut karena angka kejadiannya yang tinggi, serta beragam dan beratnya komplikasi yang ditimbulkan. Ini adalah salah satu masalah yang dihadapi kaum lansia yaitu imobilitas. Pasien geriatri kehilangan kemampuan gerak anatomis akibat perubahan fungsi fisiologis yang berlangsung selama 3 hari atau lebih. Tentu saja ini merupakan problem besar bagi pasien terutama yang memiliki keinginan untuk selalu aktif di masa tuanya. Hal ini bukan hanya disebabkan ketidakmampuan bergerak, namun bisa juga ketidakmauan untuk bergerak akibat gangguan fisik, mental psikologis, dan faktor lingkungan yang dialami seseorang. Jika kita amati, prevalensi imobilitas di lingkungan rumah sakit ataupun komunitas cukup tinggi. Data penelitian menyebutkan, di ruang rawat akut geriatri RSCM tahun 2008-2009 prevalensi imobilitas adalah sebesar 19,4 persen. Angka yang tidak jauh berbeda juga didapat di negera maju tetangga, yaitu Singapura sebesar 18 persen pada pasien-pasien yang berobat di klinik geriatri.

BAB III
PENUTUP

3.1                                                           Pertanyaan dan Jawaban
   Pertanyaan :
1.        Apa yang dimaksud dengan konsep dasar mobilitas? dan Apakah alasan melakukan mobilitas? ()
2.        Bagaimanakah cara meningkatkan kekuatan otot? ()
3.        Jelaskan maksud eliminasi alvi dan urin? ()
4.        Apakah perbedaan mobilitas dengan imobilitas? ()
5.         
6.         
Jawaban :
1.         
3.2                                                           Kesimpulan
     Dari keseluruhan isi makalah, maka kami dapat mengambil kesimpulan bahwa mobilitas sangat berguna dalam proses penyembuhan. Dimana terdapat pengertian mobilitas yaitu kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, teratur untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat menuju kemandirian. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas yaitu : gaya hidup, proses penyakit dan injuri, kebudayaan, tingkat energi, serta usia dan status perkembangan. Gerakan mobilitas mulai dari pergerakan bahu, pergerakan siku, pergerakan tangan, peregerakan jari tangan, pergerakan kaki, pergerakan leher. Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilitas antara lain : perbaikan status gisi, memperbaiki kemampuan mobilitas, melaksanakan latihan pasif dan aktif, mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan struktur tubuh, melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik.

3.3                                                           Saran
   Agar penyembuhan pada pasien dapat berjalan dengan baik dan sebaiknya dilakukan mobilitas secara tahap demi tahap. Secara psikologis mobilitas akan memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilitas, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar