Kadek Suwartana
NIM. C1112043
.STIKES BINA USADA BALI.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mobilitas dan
intoleran aktivitas sering sekali terjadi pada lansia ataupun pada klien setelah operasi. Sebagian
besar yang mengalami mobilitas dengan bermacam-macam penyebab.
Studi-studi
tentang insidensi diagnosis keperawatan yang digunakan untuk mengungkapkan
bahwa hambatan mobilitas fisik adalah diagnosis pertama atau kedua yang paling
sering muncul. Prevalensi dari masalah ini meluas di luar institusi sampai
melibatkan seluruh lansia.
Awitan
mobilitas atau intoleran aktivitas pada sebagian besar orang tidak terjadi
secara tiba-tiba. Awitannya bertahap dari mobilitas penuh sampai ketergantungan
fisik total atau ketidak aktifan, tetapi berkembang secara perlahan dan tanpa
disadari.
Seorang
perawat harus memberikan intervensi yang tepat agar dapat menghambat terjadinya
ketergantungan fisik total. Intervensi yang diarahkan pada pencegahan kearah
konsekuensi-konsekuensi mobilitas dan ketidak aktifan dapat menurunkan
kecepatan penurunannya. Untuk mengetahui lebih lanjut data yang diutarakan di
atas, maka kami sebagai penulis membahas materi tentang “Mobilitas” mulai dari
pengertian sampai upaya mencegah
masalah akibat kekurangan mobilitas.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam
hal ini kami mengambil beberapa masalah yang akan dibahas, diantaranya :
1.2.1
Apakah yang dimaksud dengan mobilitas?
1.2.2
Apa saja manfaat,
tujuan dan faktor-faktor yang mempengaruhi mobilitas?
1.2.3
Apa saja hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam mobilitas dan apa saja gerakan-gerakan mobilitas?
1.2.4
Bagaimanakah upaya mencegah terjadinya masalah akibat kurangnya
mobilitas?
1.3
Maksud
dan Tujuan
Adapun
maksud dan tujuan kami membahas materi ini yaitu untuk mengetahui lebih lanjut tentang
mobilitas mulai dari pengertian, manfaat, tujuan, faktor-faktor yang
mempengaruhi, hal yang perlu diperhatikan dan gerakan-gerakan maupun upaya
mencegah terjadinya masalah akibat kurangnya mobilitas. Selain itu makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas Ilmu Keperawatan Dasar1.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian, Manfaat,
Tujuan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas
Mobilitas mula-mula berasal dari ambulasi
dini yang merupakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilitas sebelumnya untuk mencegah komplikasi
(Roper, 1996). Mobilitas dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing
penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin
berjalan (Soelaiman,1993). Menurut Carpenito (2000), mobilitas dini merupakan suatu aspek yang
terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan
kemandirian. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilitas dini adalah suatu upaya mempertahankan
kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan
fungsi fisiologis.
Mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak bebas, mudah, teratur, mempunyai tujuan memenuhi kebutuhan hidup
sehat, dan penting untuk kemandirian (Barbara, 1991). Mobilitas adalah suatu kondisi
dimana tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas (Kosier, 1989). Jadi dapat
disimpulkan bahwa mobilitas adalah kemampuan seseorang
untuk bergerak secara bebas, teratur untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat
menuju kemandirian. Mobilitas dibedakan menjadi :
1.
Mobilitas aktif
Yaitu
latihan pada tulang dan sendi yang dapat dilakukan sendiri tanpa bantuan
perawat atau keluarga.
2.
Mobilitas pasif
Adalah
latihan yang diberikan pada klien yang mengalami kelemahan otot lengan maupun
otot kaki berupa latihan pada tulang dan sendi dimana klien tidak dapat melakukannya
sendiri, sehingga klien memerlukan bantuan perawat atau keluarga. Mobilitas pasif ini sebaiknya dilakukan sejak hari
pertama klien tidak diperkenankan meninggalkan tempat tidur atau klien yang
jarang bergerak sehingga terjadi kekakuan pada otot, maka dalam hal ini
dilakukan mobilitas
pasif.
Mobilitas secara tahap demi tahap sangat
berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien. Secara psikologis mobilitas akan memberikan kepercayaan pada
pasien bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus
diterangkan pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan
dapat mengetahui manfaat mobilitas, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilitas. Adapun manfaat dari mobilitas,
antara lain :
1.
Menjamin kelancaran peredaran darah
2.
Mengembalikan kerja organ-organ yang pada
akhirnya justru akan mempercepat penyembuhan luka
3.
Memelihara fleksibilitas
dari tulang dan sendi
4.
Menjaga agar tidak
terjadi kerapuhan tulang
5.
Meningkatkan kekuatan
otot
Tujuan dari mobilitas, antara lain :
1.
Memenuhi kebutuhan dasar manusia
2.
Mencegah terjadinya trauma
3.
Mempertahankan tingkat kesehatan
4.
Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari-hari
5.
Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.
Selain tujuan yang telah disebutkan
di atas, terdapat juga beberapa tujuan dari mobilitas menurut Susan J. Garrison
(2004), antara lain :
1.
Mempertahankan
fungsi tubuh
2.
Memperlancar
peredaran darah sehingga mempercepat penyembuhan luka
3.
Membantu
pernafasan menjadi lebih baik
4.
Mempertahankan
tonus otot
5.
Memperlancar
eliminasi Alvi dan Urin
6.
Mengembalikan
aktivitas tertentu sehingga pasien dapat kembali normal dan atau dapat memenuhi kebutuhan gerak
harian.
Faktor–faktor yang mempengaruhi
mobilitas, meliputi :
1.
Gaya hidup
Gaya
hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan
senantiasa melakukan mobilitas dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan
dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
2.
Proses penyakit dan injuri
Adanya
penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya
misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilitas secara bebas. Demikian pula orang
yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk
bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena mederita penyakit tertentu
misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan,
typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3.
Kebudayaan
Kebudayaan
dapat mempengarumi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang anak
desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berbeda mobilitasnya dengan anak kota yang
biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda
mobilitasnya dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4.
Tingkat energi
Setiap
orang mobilitas
jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya
di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
5.
Usia dan status perkembangan
Seorang
anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan
seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda
pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
2.2 Tipe Persendian, Toleransi Aktifitas dan Masalah Fisik
Dalam sistem muskuloskeletal dikenal
dua macam persendian yaitu sendi yang dapat
digerakan (diartroses) dan sendi yang tidak dapat digerakan (siartrosis).
Penilaian tolerasi aktifitas sangat
penting terutama pada klien dengan gangguan kardiovaskuler seperti Angina
pektoris, Infark, Miocard atau pada klien dengan mobilitas yang lama akibat kelumpuhan. Hal
tersebut biasanya dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilitas, saat mobilitas dan setelah mobilitas. Tanda-tanda yang dapat di kaji pada toleransi
aktifitas antara lain (Gordon, 1976) :
1.
Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak
teratur
2.
Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol /
hipotensi orthostatic
3.
Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat
dangkal
4.
Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan
5.
Kecepatan dan posisi tubuh, disini akan mengalami kecepatan
aktifitas dan ketidakstabilan posisi tubuh
6.
Status emosi labil
Masalah fisik yang dapat terjadi akibat mobilitas dapat
dikaji / di amati pada berbagai sistem antara lain :
1.
Masalah muskuloskeletal
Menurunnya kekuatan dan kemampuan
otot, atropi, kontraktur, penurunan mineral, tulang dan kerusakan kulit.
2.
Masalah urinary
Terjadi statis urine pada pelvis
ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan inkontinentia urine.
3.
Masalah gastrointestinal
Terjadinya anoreksia / penurunan
nafsu makan diarrhoe dan konstipasi.
4.
Masalah respirai
Penurunan ekspansi paru,
tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidakseimbangan asam basa (CO2
O2).
5.
Masalah kardiofaskuler
Terjadinya
hipotensi orthostatic, pembentukan trombus.
2.3 Hal-Hal yang Diperhatikan dalam Mobilitas dan
Gerakan-Gerakan Mobilitas
Hal-hal
yang harus diperhatikan
dalam mobilitas, sebagai berikut :
1.
Perhatikan
keadaan umum penderita, apakah merasa kelelahan, pusing atau kecapaian
2.
Pastikan
cincin dan perhiasan dilepas untuk menghindari terjadinya pembengkakan dan luka
3.
Pastikan
pakaian dalam keadaan longgar
4.
Jangan
lakukan pada penderita patah tulang
5.
Jangan
lakukan latihan fisik segera setelah penderita makan
6.
Gunakan
gerakan badan yang benar untuk menghindari ketegangan atau luka pada penderita
7.
Gunakan
kekuatan dengan pegangan yang nyaman ketika melakukan latihan
8.
Gerakan
bagian tubuh dengan lancar, pelan dan berirama
9.
Hindari
gerakan yang terlalu sulit
10. Jika kejang pada saat latihan, hentikan
11. Jika terjadi kekakuan tekan pada daerah
yang kaku, teruskan latihan dengan perlahan
Adapun gerakan-gerakan mobilitas, meliputi :
1.
Pergerakan
bahu
a.
Pegang
pergerakan tangan dan siku penderita, lalu angkat selebar bahu, putar ke luar
dan ke dalam
b.
Angkat
tangan gerakan ke atas kepala dengan di bengkokan, lalu kembali ke posisi awal
c.
Gerakan
tangan dengan mendekatkan lengan ke arah
badan, hingga menjangkau tangan yang lain
2.
Pergerakan
siku
a.
Buat
sudut 90o pada siku lalu gerakan lengan ke atas dan ke bawah dengan membuat gerakan
setengah lingkaran
b.
Gerakan
lengan dengan menekuk siku sampai ke dekat dagu
3.
Pergerakan
tangan
a.
Pegang
tangan pasien seperti bersalaman, lalu putar pergelangan tangan
b.
Gerakan
tangan sambil menekuk tangan ke bawah
c.
Gerakan
tangan sambil menekuk tangan ke atas
4.
Pergerakan
jari tangan
a.
Putar
jari tangan satu persatu
b.
Pada
ibu jari lakukan pergerakan menjauh dan mendekat dari jari telunjuk, lalu
dekatkan pada jari-jari yang lain.
5.
Pergerakan
kaki
a.
Pegang
pergelangan kaki dan bawah lutut kaki lalu angkat sampai 30o lalu putar
b.
Gerakan
lutut dengan menekuknya sampai 90o
c.
Angkat
kaki lalu dekatkan kekaki yang satu kemudian gerakan menjauh
d.
Putar
kaki ke dalam dan ke luar
e.
Lakukan
penekanan pada telapak kaki ke luar
dan ke
dalam
f.
Jari
kaki di tekuk-tekuk lalu di putar
6.
Pergerakan
leher
a.
Pegang
pipi pasien lalu gerakan ke kiri
dan ke
kanan
b.
Gerakan
leher menekuk ke depan
dan ke
belakang
2.4
Upaya-Upaya Mencegah Terjadinya Masalah Kurangnya Mobilitas
Upaya
mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilitas, antara lain:
1.
Perbaikan status gisi
2.
Memperbaiki kemampuan mobilitas
3.
Melaksanakan latihan pasif dan aktif
4.
Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady
aligmen (struktur
tubuh)
5.
Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilitas untuk menghindari terjadinya
dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh.
Macam-macam posisi klien di tempat
tidur, meliputi :
1.
Posisi fowler (setengah duduk)
2.
Posisi litotomi
3.
Posisi dorsal recumbent
4.
Posisi supinasi (terlentang)
5.
Posisi pronasi (tengkurap)
6.
Posisi lateral (miring)
7.
Posisi sim
8.
Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
Mobilitas
juga biasa diterapkan setelah operasi, dimana mobilitas setelah operasi adalah proses aktivitas yang dilakukan
setelah operasi dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur sampai
dengan bisa turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan
ke luar kamar (Brunner & Suddarth, 2002). Cara mobilitas setelah operasi,
meliputi :
1.
Menahan rasa nyeri
2.
Menggerakkan tangan dan kaki yang bisa ditekuk atau
diluruskan
3.
Menggerakkan badan lainnya yaitu miring ke kiri atau ke kanan
4.
Menggerakan badan dengan duduk, baik bersandar maupun tidak
5.
Duduk di atas tempat tidur dengan kaki yang dijatuhkan atau
ditempatkan di lantai sambil digerak-gerakan.
6.
Berjalan dengan perlahan
Apabila mobilitas setelah operasi tidak dilakukan maka
berdampak pula pada diri pasien, adapun dampak tidak mobilitas itu, meliputi :
1.
Penyembuhan luka menjadi lama
2.
Menambah rasa sakit
3.
Badan menjadi pegal dan kaku
4.
Kulit menjadi lecet dan luka
5.
Memperlama perawatan dirumah sakit
2.5
Angka Kejadian Kasus pada Mobilitas dan Imobilitas
Pada dasawarsa terakhir ini, dunia
internasional nampaknya benar-benar terguncang. Jika setiap tahun hampir
sekitar setengah juta warga dunia harus menemui ajalnya karena persalinan. Dan
nampaknya hal ini menarik perhatian yang cukup besar sehingga dilakukannya
berbagai usaha untuk menanggulangi masalah kematian ibu ini. Usaha tersebut
terlihat dari beberapa program yang dilaksanakan oleh organisasi internasional
misalnya program menciptakan kehamilan yang lebih aman (making pregnancy safer program) yang dilaksanakan oleh World Health Organization (WHO),
atau program gerakan sayang ibu (safe
motherhood program) yang dilaksanakan oleh Indonesia sebagai salah satu
rekomendasi dari konferensi internasional di Mesir, Kairo tahun 1994. Selain
usaha-usaha tersebut, ada pula beberapa konferensi internasional yang juga
bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) seperti International Conference on Population and
Development, di Kairo, 1994 dan The World Conference on Women, di Beijing, 1995 (www.rahima.or.id ,
2003).
Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia berjumlah 307/100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan
negara-negara Asean, AKI Indonesia menempati posisi mengkhawatirkan. Yang
menyebabkan AKI tinggi ada dua faktor penyebab yaitu medis dan akses ke
pelayanan kesehatan. Untuk mendukung Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan WHO,
Pemerintah melaksanakan strategi utama adalah memberi pertolongan persalinan
yang diberikan tenaga kesehatan, kedua mengupayakan komplikasi ibu saat
mengandung dan melahirkan dapat ditangani, ketiga mengupayakan pencegahan kehamilan
yang tidak diinginkan. Mengenai target menurunkan AKI menjadi 125/100.000,
agaknya sulit mencapai target tersebut (www.depkes.go.id , 2004).
Salah satu jenis pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Sectio Caesaria(SC), dimana SC adalah pembedahan untuk
melahirkan janin dengan membuka dinding rahim, namun pada kenyataannya masih
sering terjadi komplikasi pada ibu post partum seperti; infeksi puerperal,
perdarahan, luka pada kandung kencing, embolisme paru-paru, ruptur uteri dan
juga dapat terjadi pada bayi seperti kematian perinatal (Mansjoer, et.all,
1999).
Menurut Jones
(2005) dalam tahun 30 tahun belakangan, peristiwa operasi caesar meningkat
dengan pesat. Kebanyak beralasan. Tetapi beberapa juga tidak mempunyai
alasan yang tepat, hanya karena pasien menginginkan operasi tersebut, atau
dokter menginginkan cara yang mudah. Di Australia dan Inggeris, operasi
caesar sekitar 10 sampai 15%. Di Amerika Serikat, sekitar 16% sampai
20%. Alasan tingginya jumlah kejadian operasi caesar di Amerika Serikat
adalah, kebanyakan ahli kebidanan. Dari hasil laporan Rumah Sakit Harapan
Kita Jakarta tercatat bahwa pada tahun 2005 jumlah persalinan dengan operasi
caesar meningkat menjadi 24% dengan jumlah 1.757 persalinan dari jumlah semula
sebesar 1.389 (22,6%) (healthsolutionlpg_2006).
Sedangkan data
yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Lampung tahun 2006 ditemukan
jumlah persalinan dengan caesar sebanyak 612 persalinan, dimana terdapat 14
orang ibu (2,28%) yang mengalami infeksi saat persalinan dengan caesar.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti pada minggu ke-tiga dan ke-empat bulan
Juni 2006 di Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUDAM) Propinsi Lampung
didapatkan data jumlah pasien tahun 2005 dengan jumlah persalinan sebanyak
1093, dimana jumlah persalinan normal sebanyak 156 persalinan (14,27%),
komplikasi 515 kasus (47,12%), perdarahan sebelum 63 kasus (5,76%), perdarahan
sesudah 41 kasus (3,75%), pre eklampsia 53 kasus (4,85%), eklampsia 26 kasus
(2,38%), infeksi 37 kasus (3,39%), lain-lain seperti partus tidak maju
berjumlah 307 (28,09%) dan SC sebanyak 412 kasus (38,25%).
Kemudian dari data yang didapatkan
di Ruang ZZZ pada periode triwulan I tahun 2006 didapatkan data persalinan sebanyak
152 kasus, dimana jumlah persalinan normal sebanyak 20 kasus (13,16%) dan
persalinan SC sebanyak 69 kasus (45,39%). Kemudian diketahui bahwa dari
jumlah 69 kasus tersebut, 11 diantaranya (15,94%) melakukan mobilitas dini dengan alasan untuk mempercepat
penyembuhan luka yang dideritanya.
Fenomena lain yang tampak pada saat
peneliti melakukan pengamatan terhadap 69 orang ibu post partum di Ruang
Kebidanan pada tahun 2007 adalah masih banyak ditemui ibu-ibu yang tidak
mengetahui tentang pentingnya melakukan mobilitas dini setelah melakukan persalinan
dengan sectio casesaria atau
persalinan dengan komplikasi yaitu berjumlah 32 orang (46,37%), selain itu
masih tingginya kepercayaan ibu-ibu hamil terhadap mitos-mitos yang ada di
masyarakat seperti; tidak boleh banyak bergerak karena melawan pantangan dan
makanan yang dikonsumsi tidak boleh berasal dari ikan-ikan laut sebanyak 49
orang (71,02%).
Imobilitas merupakan masalah
besar pada usia lanjut karena angka kejadiannya yang tinggi, serta beragam dan
beratnya komplikasi yang ditimbulkan. Ini adalah salah satu masalah yang
dihadapi kaum lansia yaitu imobilitas.
Pasien geriatri kehilangan kemampuan gerak anatomis akibat perubahan fungsi
fisiologis yang berlangsung selama 3 hari atau lebih. Tentu saja ini merupakan
problem besar bagi pasien terutama yang memiliki keinginan untuk selalu aktif
di masa tuanya. Hal ini bukan hanya disebabkan ketidakmampuan bergerak, namun
bisa juga ketidakmauan untuk bergerak akibat gangguan fisik, mental psikologis,
dan faktor lingkungan yang dialami seseorang. Jika kita amati,
prevalensi imobilitas
di lingkungan rumah sakit ataupun komunitas cukup tinggi. Data penelitian
menyebutkan, di ruang rawat akut geriatri RSCM tahun 2008-2009 prevalensi
imobilitas adalah sebesar 19,4
persen. Angka yang tidak jauh berbeda juga didapat di negera maju tetangga,
yaitu Singapura sebesar 18 persen pada pasien-pasien yang berobat di klinik
geriatri.
BAB III
PENUTUP
3.1
Pertanyaan
dan Jawaban
Pertanyaan :
1.
Apa yang
dimaksud dengan konsep dasar mobilitas? dan Apakah alasan melakukan mobilitas?
()
2.
Bagaimanakah
cara meningkatkan kekuatan otot? ()
3.
Jelaskan maksud
eliminasi alvi dan urin? ()
4.
Apakah perbedaan
mobilitas dengan imobilitas? ()
5.
6.
Jawaban :
1.
3.2
Kesimpulan
Dari
keseluruhan isi makalah, maka kami dapat mengambil kesimpulan bahwa mobilitas
sangat berguna dalam proses penyembuhan. Dimana terdapat pengertian
mobilitas yaitu kemampuan seseorang untuk bergerak
secara bebas, teratur untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat menuju kemandirian.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi mobilitas yaitu : gaya hidup, proses penyakit dan injuri,
kebudayaan, tingkat energi, serta usia dan status perkembangan. Gerakan
mobilitas mulai dari pergerakan bahu, pergerakan siku, pergerakan tangan,
peregerakan jari tangan, pergerakan kaki, pergerakan leher. Upaya
mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilitas antara lain : perbaikan status gisi, memperbaiki kemampuan mobilitas, melaksanakan latihan pasif dan aktif, mempertahankan posisi tubuh dengan
benar sesuai dengan struktur tubuh, melakukan perubahan posisi tubuh
secara periodik.
3.3
Saran
Agar penyembuhan pada pasien dapat berjalan dengan baik dan
sebaiknya dilakukan mobilitas secara tahap demi tahap. Secara psikologis mobilitas
akan memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dia mulai merasa sembuh.
Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan pada pasien atau keluarga
yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat mengetahui manfaat mobilitas,
sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan mobilitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar